Ini loh, melati air. |
#TafsirInspirasi
Alfi
( 6 tahun). Bocah lelaki kelas satu SD. Anak tetangga Nyonya Anisa. Rumahnya arah pukul 9. Dua depa dari rumah
Nyonya pemilik kolam tanah.
Siang
itu. Alfi dan dua temannya Mufti serta Alan, bermain-main dekat kolam alam belakang rumah
Nyonya Anisa. Sang Nyonya yang sibuk menyunting tulisan untuk buku
ke-duanya, ikut tersenyum mendengar gelak, mencapai layar laptopnya yang gerah.
Dan detikpun berlalu. Selang beberapa saat terdengar nada pilu…
“Huhuhuuuu
Huks…huks…..” tangis Alfi melolong ketakutan.
“Ketuk
rumahnya” kata Mufti, memberi saran. Tangan coklatnya yang lembap oleh keringat
mendorong bahu Alfi, lebih merapat ke pintu belakang rumah.
“Temui
pemiliknya,” ujar Alan mengusulkan.
Bukannya
mengindahkan saran kedua temannya. Alfi mengganti tangis dengan isak.
Matanya sembab. Kuah bening meluber menuruni pipinya. Antara bau keringat, ingus dan rasa takut Alfi
beradu, jadi satu dalam ragu.
Merujuk
kuatnya tangis beserta sesenggukan, isyarat seriusnya masalah yang ditimbulkan
oleh keteledoran, lelaki berrambut keriting, berkulit bersih itu.
Keterbatasan
pikiran, menyulitkan ke-tiga anak tersebut menuntaskan masalah—yang sayangnya
Alfi harus bertanggung jawab.
Lemparan tangan Alfi terlampau kuat, bola melambung di udara, arah bola di luar perkiraan.
Akhirnya mereka bertiga menyadari kenyataan, bola sekepalan tangan lelaki dewasa berwarna kuning kehijauan, mengapung di atas permukaan air kolam.
Lemparan tangan Alfi terlampau kuat, bola melambung di udara, arah bola di luar perkiraan.
Akhirnya mereka bertiga menyadari kenyataan, bola sekepalan tangan lelaki dewasa berwarna kuning kehijauan, mengapung di atas permukaan air kolam.
Kedua
temannya Alfi, Mufti dan Alan menunjukkan raut durja setingkat di bawah rasa sedih
pelaku. Tetapi, Alfi tetaplah dituntut menyandang resiko.
Kegagalan
permainan bola kasti, menunjukkan bentuknya paling nyata.
Sebenarnya, di dinding rumah itu, depan kamar mandi belakang, sejarak 5 meter dari kolam, tersedia jaring bertangkai satu meter. Jaring yang digunakan pemilik membersihkan pertumbuhan liar ganggang air, yang terlampaui subur atau untuk menyiduk bangkai ikan nila yang mati mendadak.
Sebenarnya, di dinding rumah itu, depan kamar mandi belakang, sejarak 5 meter dari kolam, tersedia jaring bertangkai satu meter. Jaring yang digunakan pemilik membersihkan pertumbuhan liar ganggang air, yang terlampaui subur atau untuk menyiduk bangkai ikan nila yang mati mendadak.
Dengan
alat tersebut mendapatkan bola kasti kembali, sedianya relatif mudah.
Jika masalahnya ukuran tangan ketiganya belum cukup menjangkau, mereka bisa
minta bantuan orang dewasa yang bekerja membangun saung/gazebo baru, di sekitar area kolam. Alasan satu-satunya
meniadakan opsi minta tolong dewasa, karena cedera izin keluar bagi mereka
bertiga.
Di
komplek perumahan Bumi Asri, pemandangan ganjil anak usia SD keluar meninggalkan pagar rumah. Perilaku salah ketiganya dimulai
sejak menyelinap lenyap dari rumah tanpa mengantongi izin Ibunda.
Kesalahan
amatir tersebut, menyurutkan hajat Alfi minta
bantuan. Mengindari pertanyaan orang dewasa “Kenapa main siang-siang ? atau
kenapa kalian tidak tidur siang ?” Dilemma. Oh dilemma.
Konflik
batin menyerang Alfi. Andai meminta bantuan Ibunya, salah-salah bukan kemudahan
urusan, malah kena damprat atau menerima
sangsi terhadap pelanggaran aturan tidur siang. Menyetujui usul Alan juga, butuh pemikiran seksama. Alih-alih menemukan
penyelesaian masalah, jangan-jangan sikap pemilik rumah segalak anjing pelacak. Alamak.
Sikap
Mufti sedikit lebih dewasa. Mufti terlihat lebih percaya diri dengan, “ Fi…," katanya meninggikan keberanian si teman, " ketuk
pintu, panggil saja Bu Anisa,” kata Mufti.Tatapan yakinnya melunturkan
rasa kuatir Alfi. Anggukan kepala Mufti dan sorot mantap, mendorong semangat Alfi menaklukkan masalah.
Baik…kita
lihat yang terjadi berikutnya.
“Tok
tok tok.” Ibu Anisa…Assalamulaikum…
“Ketuk
lagi, “ terdengar suara di sampingnya memerintah. Mufti tidak sabar melihat hasil
kerjanya, menyemangati Alfi.
“Ketuk
lagi. “Tok tok tok, “ Tangan Mufti membantu mengetuk pintu.
“Sudah,
tapi belum ada sahutan, Gimana ini ?”
“Ketuk
lagi…” kata Mufti.
“Jangan-jangan
tidak ada orang di rumah,” kata Alan.
“Tadi
ada langkah orang, kok.” kata Mufti
“Bu
Anisa…. “
“Ayoh
bareng…salam,” kata Mufti sembari memberi isyarat hitungan. Jari tangannya
menegakkan jari telunjuk, jari tengah
dan jari manis.
Lalu
mereka koor mengucapkan “Assalamualaikuuuuum.”
“Assalamualaikum,”
kata Mufti mengulangi kedua kali, sendirian.
“Permisi,”
kata Alan sok ber-etika.
Di
dalam rumah, dari ruang duduk yang terhubung pintu belakang. Sang Nyonya ketawa menahan suara. Sejak terdengar ribut-ribut di
belakang, Nyonya Anisa menjeda kesibukannya dan mencuri dengar kebimbangan anak
tetangganya itu. Dia
sengaja menunda buka pintu. Memanjangkan waktu, membiarkan kecemasan menyerang
ke-tiga anak itu. Di balik pintu, Nyonya Anisa tersenyum sendiri.
Kemudian….
Krekkk…pintu
belakang dibuka. Nyonya Anisa keluar
rumah menampakkan wajah ramah.
“Bu…”
tersendat, hampir terucap kata-kata Alfi, sayangnya keduluan airmata lagi.
“Ada
apa Alfi, Mufti ?” kata sang Nyonya memerhatikan kedua, ketiganya. Pura-pura tidak tahu tragedi bola kasti.
“Bola
kami,” kata Mufti mengarahkan telunjuk pada sebuah warna kuning kehijauan yang
mengapung di atas kolam. Dari tempat mereka bertiga berdiri, sebuah bola kasti menantang-nantang, seolah berseru..”Hai…semua tangkap aku,” katanya
menggoda rasa kesal.
“Boleh
kami pinjam jaringnya ?" Kata Alfi gugup. Isaknya rendah terdengar. Suaranya berangsur hangat. Separo masalah terangkat melihat kehadiran Nyonya Anisa.
“Bola
kasti, ituuu,” kata Alan. Tangannya, mengarah ke dalam kolam. Isyarat bantuan yang terlanjur diajukan seterang siang.
“Oh…” kata
Sang Nyonya, kemudian berjalan santai
menuju samping rumah, mendekati jaring penangkap ikan. Tangannya sigap
menjangkau bola kasti yang mengapung, meraihnya ke tepi.
Dan
“Hups…dapat !”
Lega.
"Horee."
Lega.
"Horee."
Tawa
ketiga anak kecil itu pecah seketika. Alfi juga, seraya tangannya menyeka sisa airmata.
“Terima
kasih,” seru ketiganya, lalu berlari menjauhi area kolam alam dan melanjutkan permainan yang
sempat tertunda.
P.S.
P.S.
Masalah bukan hantu buntu, tanpa jalan keluar.
Pertolongan kadang datang tak terduga, dari jalan yang luput dari perkiraan akal.
seperti dialami le tiga anak tetangga Nyonya Anisa.
Pertolongan kadang datang tak terduga, dari jalan yang luput dari perkiraan akal.
seperti dialami le tiga anak tetangga Nyonya Anisa.