Jumat, 21 Juni 2019

Sepatu Kulit Bufallo










 Sepatu- Sepatu di Ball Room Hotel Equator Bontang.

Kemaren, sepanjang pagi hingga siang Abah  Ketua Pasukan dan saya istrinya jadi bagian panitia manten. Kami sa-mBontang Pemai menempati seksi sibuk sebagai among tamu dan penerima tamu.
Sudah tradisi saban mengemban tugas ini, awalnya kami manis berdiri.

Di tengah acara, saat satu dua orang tamu menyapa “Halo, Pak Fauzan Apa kabar ? “ Abah ketua pasukan, tidak berdiam diri berdiri manis lagi.

Jika hadir berserta istri, tugas tambahan kami saya dan Abah Pak ketua pasukan akan menyambut, menyalami, mendampingi jalan hingga area buffet ekslusif. Kami akan membawa ke tempat duduk  tamu VIP lalu menemani. Selanjutnya mengimbangi obrolan. Sudah tentu makan kami basa-basi.
Kolega dan rekan bisnis macam begini akan ada beberapa orang.



Jika itu pejabat pucuk daerah,  kami di sana hingga  empunya daerah meninggalkan tempat acara. Dan itu berulang. Kami sudah paham tugas tidak biasa dengan cara sangat biasa.

Dan pada acara kemaren….

Saya bukan membahas tamu VIP, melainkan  tertarik dengan sepatu.


Posisi kami di area jantung acara, antara pelaminan dan pintu kedatangan tamu undangan.
Panitia menyediakan kursi supaya tidak penat berdiri. Dengan senyum yang disetting memesona, sepasang garis ketawa wajah saya lelah merayap hingga bawah mata.

Dari tempat kami berdiri, penyambutan tamu penting dilakukan tanpa menggeser fungsi sebagai pengarah tamu VIP. Mata saya sampai lupa mengantuk, padahal sejak sore sampai  malam badan saya kurang istirahat.

Siang kemaren 15 menit jelang jeda waktu zuhur,  pandangan mata saya menyapu sepatu-sepatu yang dikenakan para panitia. Sepatu pria, bukan high heels yang memerindah kaki panitia wanita.

Sepatu adalah  sepasang kasut tertutup yang membungkus kaki. Berfungsi ganda sebagai pelindung, perhiasan dan citra diri. Sepatu disorot pertama menunjuk kelas sosial seseorang.

Walaupun sepatu dari kulit rusa jika kekecilan tetap saja pemakainya menderita. Biar sepatu dari Belanda kalau longgar perlu ganjal juga pada akhirnya.

Pengalaman saya mengenakan sepatu Eropa milik seorang teman dulu, amboy demikian nyaman. Artinya pas sekali di kaki juga dihati. Dari segi harga pasti lebih dari harga beli terasi. 

Dari sisi keamanan,  wah  ini sepatu wajib dinikahi kaki. Dan soal gengsi, saya  bilang:

” Langit tidak perlu mengumumkan bahwa dirinya tinggi”. 

Cukup melirik kaki sekali, harganya bikin dompet mahasiswa menelan ludah lalu pergi.
Kembali ke barisan para alas kaki.

Pagi hari sebelum bertugas, kami duduk berderet di kursi untuk keluarga. Secara tidak sengaja, mata menumbuk sepasang alas kaki seorang wanita. Ibu paro baya  yang duduk persis sebelah saya.
Tidak seperti seorang Ibu lain yang duduk di kursi deret terdepan. Di mana kakinya melantai, menjulur setengah melonjor.

Cukup dari bentuk tumit, merk sepatu menyenyum ke arah saya. Tumit sepatu tebar pesona atau diam saja, harganya sudah membentuk sebuah angka. Setara high heels menantu kerajaan Inggris-lah. Kira-kita.

Ibu di sebelah  saya menyembunyikan sepasang kaki di balik gaun hijau lumut. Menekuk ke belakang dan tersipu.  Telapak busa alas kaki diseret. Rintihannya terdengar terjepit.  Si Ibu sebelah saya melempar sebuah senyum. Saya tidak paham makna senyumnya.

Selanjutnya sambil mengarahkan tamu high heels saya, dua-tiga kali bongkar pasang.

Sepatu sembilan senti itu membentuk kaki dalam rupa sempurna. Andai tidak mengenakan gaun panjang, sepatu itu mengalahkan pesona senyum saya. Namun sepatu tetaplah sepatu.

Sepatu indah bahkan yang pernah dipakai putri Cinderella itu tidak enggan menyiksa. Sepatu kaca keren luar biasa. Namun keren bentuknya setara rasa sakit menghimpit jari-jari kaki.


Sepatu bertumit tinggi, lambang percaya diri sejati. Beberapa orang terlihat membusungkan dada saat mengenakannya. Namun siapa sangka kesakitan itu menghadang secara membabi buta?

Meski penanda status sosial, sepatu tempatnya di kaki. Sepatu, hingga kiamat sudah dekat tidak naik pangkat ke kepala.Tidak pantas.

Setiap kita butuh alas kaki, bisa sepatu kulit buffalo atau sandal jepit merk swallo. Tidak peduli sepatu Kate Middleton atau sandal busa tebal dikaki seorang ibu sebelah saya, sepatu fungsinya melindungi kaki.

Saya pernah membuang sepatu setelah satu jam memakai. Sepatu yang belum dapat dikatakan dicatat murah dalam digit IDR. Namun karena sepatu itu gagal memenuhi standar kenyaman. Maka tempatnya selesai di tempat sampah.

Terlepas dari apa dan siapa kita, menggunakan sepatu adalah tentang fungsi dan rasa nyaman. Harga berbanding lurus dengan imbalan rasa yang dituntut sebuah penciptaan.

Sepatu, tempatnya di kaki. Jika demikian carilah sepasang sepatu yang cocok di hati, nyaman di kaki. Satu pasang sepatu dengan ukuran tepat dapat menyempurnakan fungsi ketimbang belasan sepatu hanya jadi koleksi.

Dari kejauhan saya melihat kerabat dekat sang pengantin. Saat mata menembak kakinya, amboy alas kaki bertransformasi dari high heels menawan kepada sandal rumahan yang nyaman. Untuk saya sepatu plat cukup mendinginkan kaki yang terhimpit sepatu tumit tinggi sepanjang siang.


Selasa, 14 Mei 2019

Naskah Sambutan Panitia Diskusi Panel

Ahwal Asy-Syakhsiyyah (AS) 
Semester II
10 Ramadhan 1440/15 Mei 2019
Tempat : Lantai II gedung Syariah
Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Sangatta.


Bismillahirrahmanirrahim.
Assalamu'alaikum Wr. Wb.

Kapada yang terhormat :
Ketua jurusan syariah Bapak Eko Nursalim., M.Si.
Ketua Program Studi Bapak H. Zanuar Anwar., Lc. MA.
Dosen hukum islam sekaligus pembicara diskusi panel Bapak Hasan Sabran., Lc., MA
Pakar kesehatan reproduksi Bapak dr. Rahmat., Sp.Og.
Dosen pengampu mata kuliah Tarikh Tasyri' Ibu Hajjah Rusmiati Indrayani., S.Ag., M.Pd
Teman-teman Panelis dan hadirin sekalian.

Dan sungguh KAMI telah menciptakan manusia dari saripati (berasal) dari tanah. Kemudian KAMI menjadikan air lelaki (air mani)nya disimpan dalam tempat (rahim) yang kokoh. Kemudian air mani itu KAMI jadikan sesuatu yang melekat, lalu sesuatu yang melekat itu KAMI jadikan segumpal daging,dan segumpal daging itu KAMI jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu KAMI bungkus dengan daging. Kemudian KAMI menjadikannya makhluk yang (berbentuk) lain. Maha Suci Allah Pencipta Yang paling Baik.

Pengertian KB menurut undang-undang kependudukkan dan pembangunan keluarga sejahtera nomer 10 tahun 1992 adalah : upaya meningkatkan peran serta masyarakat melalui pendewasaan usia perkawinan, pengaturan kelahiran dan pembinaan ketahanan keluarga. 

Layaknya makan-minum, berkeluarga ( hubungan suami istri) juga kebutuhan dasar biologis manusia. Untuk menurunkan resiko kehamilan, alat kontrapsepsi digunakan. 

KB dan penggunaan alat kontrasepsi serupa dua sisi mata uang. Saling melingkar membuhulkan lagu cinta dalam irama dan nada. 

Informasi yang benar tentang KB menumbuhkan kesadaran prinsip guna meraih kemapanan keluarga jangka panjang. Orang menyebutnya keluarga sejahtera. Enak didengar dan perlu:))

Saudara sekalian...

Anak adalah hasil kerjasama kedua orang tua, dari rencana hingga pendidikannya menuju usia dewasa. Benar, warisan harta membekali hidup anak namun iman kepada Allah adalah pondasinya. 
Antara ketahanan iman dan pangan, imanlah yang harus didahulukan. 

Keluarga kecil sejahtera merupakan semboyan KB bangsa Indonesia. Perkara sulit bagi orang tua dengan jumlah kelahiran anak setahun sekali. Konsep KB bukan membatasi hanya jarak kelahiran  yang diantisipasi. 

Masalahnya, kehamilan jadi bukti hubungan suami istri. Penggunaan alat kontrasepsi tepat, secara signifikan terbukti menekan tingkat kehamilan.

Sampai sekarang, dilemma penggunaannya bak api dalam sekam. Konflik batin melanda kaum ibu yang ketakutan. Sementara vasektomi atau KB laki-laki tidak dibenarkan. Duh gusti!
Sebagai calon praktisi hukum dakwah masyarakat, kita akan bersinggungan dengan soalan ini. Cepat atau lambat. 

Paparan tadi entry point diskusi ini digelar.

Tentu saja kami membutuhkan pencerahan dari dua pembicara kapabel dibidangnya. 
Terima kasih Bapak Hasan Sabran LC., MA. Sosok ke-Bapak-an, tawadhu’ dengan penguasaan hukum islam mumpuni. 

Dan tamu matahari kita, seorang  ahli kandungan terbaik Sangatta punya. Beliau adalah rujukan ibu-ibu dengan keluhan dan penanganan persoalan reproduksi wanita. Masalah terbesar yang dialami kaum hawa.

Selamat siang dokter Rahmat. Sp,OG. Assalamualaikum. Selamat datang di kampus STAIS.

Lanjut...

Acara ini terselenggara berkat dukungan Ketua Jurusan Syariah Bapak Eko Nursalim., M.Si
dan Ketua Prodi Ahwal Asy Syakhsiyyah. Terima kasih, Bapak-Bapak.

Memang, bagus sekiranya kegiatan ini digelar lebih terbuka, next mungkin kita masih punya agenda (insyaallah). Namun persiapan waktu 10 hari dengan maksud menyemarakkan bulan suci, scope kegiatan baru menjangkau teman angkatan plus perwakilan kelas sebagai undangan.

Kami tidak menutup mata untuk mengatakan Ibu Indrayani adalah inisiator kegiatan. Dosen pengampu yang membuka wawasan mengenai penerapan hukum islam di era modern. 
Terima kasih Ibu.

Ketua panitia mengaplus kerja keras, kerja cerdas dan kerjasama tim kelas as..II. Teman-teman, kalian sungguh luar biasa. Baguus :))

Banyak silaf dalam gelaran namun sampai di situ kemampuan. Dari kekurangan kami belajar meningkatkan. Menyiapkan acara lebih mantap ke depan. 

Sekali lagi terima kasih,

Dan... mohon perkenan Ketua Jurusan Bapak Eko Nursalim memberi sambutan sekaligus membuka Diskusi Panel.

Jembatan kayu jembatan besi, saya ucapkan Selamat berdiskusi. Selama diskusi berlangsung tolong tidak melakukan kegiatan swafoto atau selfie-selfie.

Wallahul muafiq ila aqwamithoriq.

Assalamu'alaikum.



Senin, 13 Mei 2019

Aktif saat Puasa



Google.com





Hari Rabu agenda kelas Sejarah Legislasi Hukum Islam (Tarikh Tasyri’) adalah menggelar diskusi panel. Panitia menghadirkan seorang dosen pakar hukum islam alumi Timur Tengah dan ahli kesehatan reproduksi (Obgyn). Persiapan dua minggu membekaskan serba-serbi penuh kejutan. Kerjasama kuat, team kelas berusaha keras dan bekerja cerdas.

Hampir tertutup celah meninggalkan acara yang akan dilangsam pada 10 Ramadhan 1440 H (15 Mei 2019). Ketua panitia (sie. Acara) mengatakan—semacam intimidasi bagi warga kelas. “Jangan coba-coba merekayasa alasan bolos. Di mata saya kamu tidak akan lolos. Jika nekad. Saya,“ katanya serius, “saya adalah orang pertama yang maju ke Ibu minta penundaan nilai “ Wow! Giliran saya speachless.

Intensitas ke kampus meningkat dari jadwal mengajar reguler. Bontang-Sangatta dengan kondisi jalan yang “aduhai,” cukup mengganggu tidur selama berkendara. Biasanya karena setir dibanting menghindari lubang jalan atau rem diinjak tiba-tiba. Lisan  membunyikan asma Allah spontan. “Allah.” Mengudara dari mulut saya.

Poros Bontang-Sangatta
Perbaikan jalan poros Bontang-Sangatta dikebut. Rekayasa lalu lintas—buka-tutup— jalan raya memaksa mobil berhenti sekejab. Sekejab itu bisa 7, 10 bahkan 20 menit. Kondisi kendaraan yang ramai lancar berasa berkendara di jalan ibu kota.

Jika malam hari, sepasang mata merah di belakang kendaraan menyilaukan mata. Bukan merah hantu marah melainkan urutan mobil dalam formasi arak-arakan memecah kesunyian hutan.

Puasa tahun ini seperti tahun lalu, aktivitas saya tetap dari itu ke itu. Amaliah harian, zikir, qur’an, ibadah malam dan menjahit. Menjahit saya kerjakan sebagai pengalihan perhatian. Angkat pantat dari depan komputer, saya panjat tangga berjalan ke lantai dua. Di situ tersedia meja mesin jahit hitam untuk merakit potongan bahan.
Bupati Kutai Timur Bapak Ir. H. Ismunandar, MT.

Dengan view kafe alam, saya nyatakan terbang pikiran bawaan komputer di bawah tadi. Kepala kembali ringan saat melanjutkan edit tulisan.

Saya memotong dan menjahit sendiri pakaian. Dari daster rumahan hingga kebaya brukat pesta tentu saja setiap pamer ke teman “Eh, ini baju jahit sendiri, loh.” Bukannya setuju, lawan bicara menatap lekat mata saya. Sepasang alisnya merapat menjanin tatapan mustahil. Kata pertama adalah tidak menyangka “Ah, massa sih.” Jawaban agak sedikit adem adalah “Ooo.”

Dengan setengah tidak peduli, bahasa tubuhnya tetap sama, tidak percaya itu karya saya. Tuhan! Engkau melihat apa yang aku lakukan, saya ini orang baik-baik kok :))

Mendapati tatapan, kesangsian bahkan penolakan tidak serius, saya semakin geli dan bergurau memertontonkan keahlian amatir ini. Karena menjahit menggunakan pola siap pakai ukuran diri sendiri, otomatis hanya fokus memroduksi pakaian jadi bagi diri dan kedua putri (saya, si kembar). Maaf untuk berterus terang tidak terima jahitan.

Di hari lain...

Ketika diundang acara pembukaan pelatihan MC (Master of Ceremony) kami menyepakati banyak perkara mendasar. Ini dia kegiatan saya yang lain. Mengajar lagi kelas MC dan Pengembangan Pribadi.

Dalam forum (baik di ruang kelas mahasiswa atau kelas pelatihan MC) saya menata mekanisme kebebasan berpendapat. Jika ada yang ingin disampaikan, acungkan tangan. Ketika satu tangan terangkat—penanda dia siap bicara,  seluruh anggota kelas siap mendengar. Ini jitu, persis wasit saya akan menunda pembicara tadi jika kelas belum kondusif.

Langkah kedua, biasanya saya “memaksa” mahasiswa atau peserta pelatihan untuk membiasakan menulis pertanyaan. Jangan terlalu percaya diri bicara tanpa persiapan. Pertanyaan yang dibaca lebih sistematis ketimbang merangkai kalimat namun kebanyakan lupa, akibatnya “eeee...uuu, apa tuh namanya dan sebagainya. Selalu saya jawab “Tidak tahu” jika keluar pertanyaan...eeee, apa tuh namanya ?

Di kelas psikologi saya mengatakan “ Lihat matanya jika ingin menguji kejujuran seseorang dan dengari pertanyaannya,  jika mau mengetahui isi kelapa eh kepala atau kecerdasan otaknya.

 Menulis kalimat tanya mulailah dengan prosedure standart 5 W 1 H, aman kalau itu.
Apa untuk pertanyaan dengan jawaban ala kadarnya. Mengapa jika menanyakan alasan dan bagaimana adalah pertanyaan mengenai cara atau metode. Kapan dan siapa. Gunakan itu secara disiplin lalu rasakan bedanya kamu dulu dan sekarang. Cobalah!

Walaupun puasa, kegiatan domestik juga sama, tidak berubah. Saya menunaikan tugas rumah tangga tanpa asisten. Menjemur pakaian, menyetrika juga memasak. Urusan dapur dan makanan, anak-anak menagih bikinan Umminya.

Artinya, dengan kegiatan memberi kuliah, aktivis dakwah masyarat dan ikutan khotmil qur’an ( satu juz saya rampungkan 25 menit), menulis menjadi satu-satunya tanda cinta sebenarnya. Termasuk memerikan kemesraan berTuhan juga dengan menulis, benar ?

Bagaimana kita paham kedekatan mendalam Rabia’ah sang Sufiah dan El Rumi, mereka dilanda kedahsyatan cinta kepada Rabb-nya ? Hanya satu cara, ada penulis menulis untuk kita.


google.co
Kiranya menulis bukan cuma terapi, menulis adalah inti kedalaman, tanda syukur dan cara praktis berbagi. Dakwah bil Pena saya menyebutnya. Tulislah, tulis apa saja dan share selagi bisa, sebelum segalanya hanya tinggal nama. Menulislah untuk Memuliakan Guru Menulismu (Mentor). Menulislah sebagai pemberitahu kamu, muridnya selamanya meski dia lupa bahkan tidak niat ingat siapa kita.

Menulis sebagai tanda kamu ada. Bukankah jika mati, tulisan di blog ini tetap lestari ?
Belum ada kejadian orang mati bawa flash disk file tulisan.

So... Siapa saja silahkan ambil manfaat di sini. Tidak bersyarat dan kayak mangga depan rumah saya, selama ada ambil saja. boleh. Pun jika tanpa izin.

Untuk penulis pemula kayak sayak, sebenarnya ada satu blog menulis terbaik. Recommended deh. Sayang saat hari ulang tahun saya dua tahun lalu, blog itu hilang, kabarnya pergi ke Cina. Allahu'alam.